Kuberikan segalanya Tuhan
Cita-cita, pengharapan
Kuserahkan kepadaMu
Kuberikan yang terbaik Tuhan
Bentuk sesuai rencanaMu
Karya yang mulia
(1999, Symphony Music)
Bagaimanakah perasaan Abraham ketika ia menyerahkan anaknya Ishak sebagai korban bakaran ? Ia pasti sangat mengasihi anak itu, karena Abraham adalah anak yang telah dijanjikan Allah yang kelak akan meneruskan keturunannya di bumi. Siapa sangka kalau di saat Ishak telah dewasa, Allah memerintahkan Abraham untuk mengorbankan anaknya. Pastilah Abraham akan berontak dan mulai mencari akal untuk menghindari perintah tersebut, sama halnya ketika ia menemui kesulitan bersama istrinya Sara. Tetapi di dalam Alkitab kita lihat betapa Abraham sangat tenang menghadapi ujian ini. Tidak sekalipun ia membiarkan emosinya mengganggu keyakinannya terhadap janji Allah. Abraham benar-benar belajar bagaimana membuka lebar-lebar tangannya dan membiarkan Allah mengambil segala sesuatu yang berada dalam kehidupannya.
Merelakan apa yang kita punyai dan membiarkan Allah memakai segala sesuatunya menurut rencana Dia sendiri. Saya belajar hal itu dari kehidupan orang-orang yang mau pergi dari negerinya, meninggalkan semua yang telah ia miliki, dan hidup dalam kondisi yang serba baru untuk memberitakan kasih Allah. Banyak dari kita yang mengenal Injil keselamatan melalui orang-orang seperti ini. Mengikut Dia memang ada konsekuensinya seperti yang dikatakan dalam Alkitab, bahwa setiap orang yang siap membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah (Luk. 9 : 62).
Banyak di antara kita yang telah memperoleh bagian yang terbaik dalam kehidupannya, tetapi menggenggamnya erat-erat dan tidak mampu melepaskannya. Tetapi ingat bukankah segala yang sesuatunya harus kita serahkan kembali kepada Allah, bahkan bagian yang terbaik sekalipun. Merelakan Allah memakai setiap kemampuan kita, dipakai untuk mempermuliakan Dia dan membagikan kasih Allah kepada sesama. Saya belajar bagaimana di saat saya kehilangan sesuatu, maka saya juga harus memberikan sesuatu itu pada orang lain. Di saat saya membutuhkan kasih, maka saya harus bisa membagikan kasih kepada orang lain. Memang ada rasa kuatir dan cemas, merasa diri paling menderita, dan memohon belas kasihan dari Allah, tetapi saya rasa itu adalah penghalang berkat Allah yang akan mengalir kepada saya.
Melepaskan impian kita, cita-cita kita, pengharapan kita, karena mungkin suatu saat nanti Allah meminta itu kembali dan kita harus siap merelakannya. Membiarkan Allah menjadi penguasa dalam kehidupan kita tanpa ada keangkuhan atau belas kasihan terhadap diri sendiri, karena berkat Allah akan mengalir melalui diri kita dan mejadikan hidup kita lebih indah.