Monday, December 24, 2007

My Kymco Easy 100

Bulan ini genap 5 tahun aku bersama Kymco Easy-ku, si imut bahenol ngegemesin yang lincah dan setia nggak ngejengkelin. Dulu waktu mau beli motor ini nggak mikir aneh-aneh, cuma kepengen bawa motor yang gampang dibawa. Dulu belum banyak pilihan motor matik kayak sekarang, cuma ada merk Kymco. Ada yang 150 cc, 125 cc, dan 100 cc paling kecil, yaitu si Easy ini. Motto-nya "It's so Easy" mungkin maksudnya gampang dibawanya, jadi yah cocoklah dengan kebutuhan. Sebetulnya ada teman yang udah beli motor ini, dia yang promosoin ke aku kalo motor ini enak dibawanya, terus kenceng banget tarikannya. Pas waktu bulan itu ada promosi potongan harga yang lumayan berhubung Easy mau ganti body sedikit. Waktu ke dealernya di daerah Kebon Kelapa, sebetulnya marketingnya nawarin yang lebih gede seperti Metica dan Trend, tapi kayaknya malah ngerepotin kalau bawa yang gede-gede, apalagi waktu itu pacar (sekarang istri) lah yang sebetulnya bakal bawa motor ini tiap hari, padahal badan juga lumayan tinggi, tapi karena niat awalnya udah mau yang Easy, ya udah akhirnya pesen Easy juga.
Waktu motor ini sampai ke rumah diantar sales, baru kelihatan kalo motor ini sebetulnya nggak kecil-kecil amat, terutama bagian jok ke belakang ngalah-ngalahin ukuran bebek. Cuma memang panjang motor ini mini sekali, kalo mau boncengan pas-pas benar, nggak mungkin boncengan bertiga meskipun dengan anak kecil sekalipun. Bodinya begitu ringan "cuma" 87 kg jadi sesuailah dengan mesinnya yang cuma 100 cc. Karena tangki bensinnya di bawah dek, maka ruangan di bawah jok alias bagasi punya dimensi yang besar, cukup untuk helm full face, bahkan pernah laptop juga saya masukin ke dalam saking besarnya.

Saturday, December 22, 2007

We were created unique

Everybody Knows:
You can't be all things to all people.
You can't do all things at once.
You can't do all things equally well.
You can't do all things better than everyone else's.
Your humanity is showing just like everyone else's.

So:
You have to find out who you are, and be that.
You have to decide what comes first, and do that.
You have to discover your strengths, and use them.
You have to learn not to compete with others,
Because no one else is in the contest of 'being you'.

Then:
You will have learned to accept your own uniqueness.
You will have learned to set priorities and make decisions.
You will have learned to live with your limitations.
You will have learned to give yourself the respect that is due.
And you'll be a most vital mortal.

Dare To Believe:
That you are a wonderful, unique person.
That you are a once-in-all-history event.
That it's more than a right, it's your duty, to be who you are.
That life is not a problem to solve, but a gift to cherish.
And you'll be able to stay one up on what used to get you down.

Author Unknown

Monday, November 26, 2007

Danau Segara Anak

Tawaran jalan-jalan ke Lombok tidak mungkin saya tolak, apalagi sambil kerja dan dapat ilmu baru. Bulan Juni yang lalu kesempatan tersebut datang dan saya bersama beberapa orang teman2 saya berangkat dengan pesawat Garuda rute Jakarta - Mataram perjalanan selama 2 jam terasa singkat. Wilayah yang akan kami studi adalah Kecamatan Sembalun Lawang yang berada di lereng Timur G. Rinjani. Selama 2 minggu kami melakukan perjalanan dengan jalan kaki untuk melakukan pemetaan mataair panas dan pemetaan geologi untuk mempelajari potensi panas bumi di wilayah ini.

Kami menginap di pos pengamatan gunungapi Rinjani yang dipimpin oleh pak Harlin dan pak Teddy. Mereka adalah penduduk asli Sembalun yang sudah lama bekerja untuk Badan Vulkanologi sebagai petugas pemantau gunungapi. Hampir semua gunungapi semua gunungapi aktif di Indonesia dipantau oleh pos pengamatan gunungapi. Pak Harlin dikenal oleh hasil jepretannya dengan kamera Nikon FM10 saat Gunung Baru Jari, anak G. Rinjani meletus tahun 1995.

Jika orang-orang mengatakan bahwa Gunung Rinjani adalah gunungapi yang sangat indah, saya tidak bisa membantah pendapat tersebut. Setelah seminggu lamanya berada di wilayah Sembalun untuk mencari mataair panas dan hampir setiap pagi memandangi gunung tersebut dari jauh dan dari berbagai sudut, tidak hanya rasa kagum tetapi rasa penasaran perlahan-lahan hinggap. Namun untuk mencapai puncak gunung tersebut bukanlah hal yang mudah untuk kami, selain tidak punya waktu yang cukup banyak, tenaga kami juga sudah habis oleh perjalanan sebelumnya.

Pak Harlin dan pak Teddy yang tidak bosan-bosannya menjelaskan sejarah gunungapi tersebut, kapan dan bagaimana letusannya justru membuat saya lebih tertarik mengunjungi Danau Segara Anak. Danau Segara Anak adalah danau yang terbentuk di dalam kaldera lama G. Rinjani. Danau ini berada pada ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Di sisi barat daya terdapat kerucut gunungapi baru yang terbentuk oleh letusan tahun 1984, 1995, dan 2002 di antaranya G. Baru Jari, G. Baru, dan G. Rombongan.

Pada hari Rabu sore kami mulai melakukan pendakian dengan tujuan Danau Segara Anak, terdiri dari saya, Zul, Lina, Yoga, tiga orang porter dan pak Harlin sebagai guide kami. Ada dua rute yang bisa digunakan menuju danau tersebut dan G. Rinjani, yaitu melalui Desa Senaru di sisi utara dan Desa Sembalun Lawang di sisi timur. Melalui Senaru rutenya lebih pendek, namun curam dan pemandangannya kurang, karena melalui hutan. Sedangkan melalui Sembalun rutenya lebih panjang, landai, dan pemandangannya lebih menarik, karena setengah perjalanan akan melalui padang savana. Selain itu keuntungan lainnya menggunakan rute Sembalun adalah kita memulai dari ketinggian yang lebih tinggi dari Senaru. Sembalun berada pada ketinggian 1100 meter, sedangkan Senaru berada pada ketinggian 600 m.

Karena waktu yang dimiliki hanya dua hari, maka kami tidak akan beristirahat di tengah perjalanan tetapi beristirahat di tepi danau. Dan untuk mencapai danau dibutuhkan waktu kurang lebih 12 jam berjalan kaki. Perjalanan kami mulai pada pukul 3 sore, saat sinar matahari mulai berkurang intensitasnya. Perjalanan melalui padang sabana kami disuguhkan pemadangan yang sangat indah. Satu setengah jam berjalan, kami tiba di pos I dan berisitrahat sebentar. Perjalanan dilanjutkan dan kami melalui pos II dan tiba di pos III dua jam kemudian. Kami makan malan di pos tersebut. Makan malam disajikan oleh para porter kami termasuk memasak kopi.

Setelah cukup segar, kami melanjutkan perjalanan menuju Pelawangan. Kali ini perjalanan menjadi lebih berat karena selama menuju Pelawangan jalan mendaki terus. Pak Harlin sering menyebut rute ini disebut sebagai "tanjakan penyesalan", karena biasanya pendaki mulai merasa sangat kelelahan di rute ini. Kami mampu menyelesaikan rute Pos II - Pelawangan dalam waktu 2,5 jam dan saat tiba di atas kami menyaksikan banyak sekali tenda-tenda berdiri di area yang sangat terbatas itu. Biasanya mereka yang mau menuju puncak Rinjani beristirahat di tempat ini, karena dari Pelawangan hanya dibutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan saja.

Dari Pelawangan menuju tepi Danau Segara Anak, perjalanan melalui jalan berbatu yang sangat sempit dan terjal. Dengan penerangan yang sangat terbatas, perjalanan menjadi berbahaya. Kami harus berhati-hati dalam memilih pijakan kaki. Akhirnya setelah 3 jam perjalanan turun kami tiba di tepi danau tepat jam 2 pagi. Buru-buru mendirikan tenda dan kami segera beristirahat.

Pagi hari saat keluar dari tenda, dihadapan saya terbentang pemandangan yang luar biasa indah. Permukaan danau yang sangat luas dan berwarna biru memantulkan cahaya matahari. Dinding-dinding kawah yang terjal dan berwarna hitam dengan tinggi ratusan meter membatasi tepi danau. Di atas tebing tersebut awan atau kabut berwarna putih seolah-olah menjadi plafon kawah. Di dalam 'lubang' depresi ini terdapat tiga buah gundukan yang 'kecil' yang berwarna kecoklatan dan mengeluarkan asap tipis. Di sebelah tenggara bukit tersebut di latar belakang adalah lereng G. Rinjani yang terjal dan mencapai ketinggian 3700 m.

Puluhan orang berdiri di tepi danau memegang alat pancing, rupanya kegiatan memancing di danau ini sangat menarik dan kadang-kadang merupakan tujuan utama wisatawan ke Danau Segara Anak. Pak Harlin dan pak Zul asyik memancing di dekat tenda kami, sedangkan porter kami memancing di tempat lain. Satu jam memancing, mereka berdua hanya mendapatkan ikan-ikan berukuran kecil. Rupanya porter kami lebih beruntung dan mendapatkan ikan-ikan berukuran besar yang akan mereka jadikan oleh-oleh. Kami sempat menikmati ikan bakar mujair dan ikan lainnya yang saya tidak ketahui namanya. Katanya yang menebar bibit ikan di danau ini adalah ibu presiden kedua kita kurang lebih awal tahun 80-an.

Setelah kenyang mencicipi ikan bakar, kami menuju mataair panas yang berada di hulu alur Sungai Kokok Putih. Beberapa mataair panas muncul melalui rekahan pada batuan andesit yang sudah terubahkan. Nampak endapan-endapan silika di sekitar mataair panas tersebut, sehingga dari kejauhan kompleks mataair panas ini tampak berwarna putih. Temperatur air panas ini sebetulnya tidak terlalu panas, namun karena kesiangan, semangat untuk berendam surut. Saya yakin kalau tiba lebih pagi, pasti berendam di mataair panas tersebut pasti sangat menyenangkan. Setelah puas berkeliling di mataair panas Kokok Putih sambil melakukan pengukuran dan pengambilan contoh air, kami kembali ke tenda.

Sebetulnya ada satu obyek lagi yang menarik dikunjungi yaitu komplek gunungapi baru, namun karena muka air danau sedang naik, maka perjalanan menyusuri tepi danau ke lokasi tersebut menjadi berbahaya. Perjalanan lain bisa dilakukan dengan perahu, tetapi di danau ini tidak tersedia perahu. Di musim kemarau, jalan di sepanjang tepi danau menuju ke lokasi gunungapi baru akan kering dan lebih aman dan mudah dilalui. Terpaksa kami hanya puas memandangi gunungapi tersebut dari jauh.

JAm 2 siang setelah puas menikmati pemandangan di Danau Segara Anak, kami bersiap-siap pulang. Jika perjalanan naik membutuhkan waktu 11 jam, maka perjalanan pulang lebih cepat. Kami tiba di lokasi keberangkatan kami jam 9 malam, sehingga perjalanan pulang hanya membutuhkan waktu 7 jam. Perasaan puas dan senang membuat perjalanan lebih ringan, dan juga perbekalan yang sudah lebih sedikit.

Satu kenginan saya jika saya ada kesempatan lagi, saya akan melanjutkan perjalanan ke puncak G. Rinjani yang belum sempat dituntaskan kali ini. Mudah-mudahan suatu saat nanti, jika Tuhan berkehendak.

Saturday, October 20, 2007

Perahu Ketinting

Waktu pertama kali ditawari naik perahu ketinting, saya tidak membayangkan sebuah perahu yang kecil. Justru yang saya takutkan adalah buaya-buaya yang kemungkinan sedang lapar dan nekat 'berkenalan' dengan kami. Akhirnya pada siang hari itu kami terpaksa menaiki perahu ketinting, karena tidak ada alternatif kendaraan lain yang dapat mencapai lokasi tujuan kami. Yah, ini demi tugas dan memenuhi rasa ingin tau saya juga.

Saat pertama kali melihat perahu tersebut, pikiran saya langsung bertanya-tanya, apa iya perahu ini aman kami naiki. Lebarnya hanya 60 centimeter, kurang lebih pas untuk melipat kaki, bahkan rasanya kurang. Dengan berpakaian lengkap sesuai dengan standar keamanan perusahaan, antara lain pelampung badan dan sepatu safety, lebar perahu ini benar2 pas2an. Apalagi karena cuaca pada siang hari itu hujan cukup lebat, kami harus menggunakan jas hujan.

Kami berempat beserta dua orang pemilik perahu, total enam orang, menaiki perahu tersebut dan jumlah kami pas dengan panjang perahu ini. Sebetulnya sudah diusahakan untuk dapat memperoleh perahu yang lebih baik, tapi ternyata ukuran perahu yang tersedia di lokasi kami hanya seperti ini. Sungguh ajaib, perahu yang seperti kelebihan beban ini cukup kuat membawa kami melawan arus Sungai Asam-asam, Kalimantan Selatan. Saat itu permukaan sungai ini memang sedang naik, kurang lebih empat meter. Sepanjang sungai ini kami hampir tidak dapat melihat dinding sungai, yang kami lihat hanya pohon-pohon yang sudah terendam hingga tidak terlihat lagi batang utamanya. Kadang-kadang kami harus menunduk agar tidak terkena batang-batang pohon yang melintang.

Perjalanan ini semakin 'mengasyikkan' karena ternyata goyangan tubuh kami langsung membuat perahu ini tidak stabil. Padahal kami seringkali mengganti posisi duduk kami, maklum tidak biasa duduk meringkuk dalam waktu lama seperti ini. Untungnya sang juru kemudi pandai mengendalikan kemudi perahu, sehingga dapat mengatur keseimbangan perahu, walaupun kadang-kadang perahu juga dapat bergoyang tiba-tiba karena menabrak batang pohon yang terendam. Saat bertemu dengan perahu yang sedang 'menyeret' batang-batang pohon tebangan, perahu kami harus segera menepi, karena pasti perahu kami akan terguling jika bertabrakan atau bersenggolan.

Setelah satu jam perjalanan, kami sampai ke tujuan dan mulai melakukan pengukuran kecepatan air sungai. Ternyata melakukan pengukuran dengan current meter di atas perahu tidaklah mudah dan aman. Alat yang berat harus dipegang dua orang dan perahu yang mudah bergoyang membuat kami ekstra hati-hati. Kami tidak ingin tergelincir ke dalam sungai dan berbasah-basah, apalagi kehilangan alat yang mahal tersebut. Untungnya selama pengukuran di 6 lokasi sepanjang Sungai Asam-asam tersebut tidak terjadi apa-apa.

Dalam perjalanan pulang, kami sempat melihat buaya, mungkin masih muda karena ukurannya yang kecil. Buaya tersebut tampak menghindar saat kami melintasi wilayahnya. Tampak juga bekantan, yang sangat mudah dijumpai di Kalimantan, bergelantungan di pohon-pohon. Juga burug-burung dari jenis yang rasanya jarang saya lihat. Semakin ke hilir, semakin banyak rumah-rumah di tepi sungai hingga kami sampai di tempat penjemputan. Total perjalanan kami sekitar tiga jam dan itu bukanlah perjalanan satu-satunya dengan perahu ketinting.

Kesempatan kedua saya peroleh di Kalimantan Timur, kali ini menyusuri Sungai Santan untuk mengamati air sungai dan lokasi jeram. Kali ini menggunakan perahu ketinting yang lebih besar, syukurlah, dan dengan mesin yang lebih besar. Perjalanan kali ini lebih mengasyikkan, karena sungai sedang surut dan setiap perahu hanya diisi oleh tiga orang. Kami pun bisa tidur-tiduran di sepanjang perjalanan, karena lamanya perjalanan dan pemandangan yang lebih monoton. Di sepanjang sungai dapat dilihat lapisan-lapisan batuan dan sesekali lapisan batubara.

Tampaknya wilayah ini lebih berkembang dari pada wilayah di sekitar Sungai Asam-asam, karena kami cukup sering melihat rumah-rumah di sepanjang perjalanan. Penduduk di wilayah ini adalah pendatang dari Sulawesi, terutama Bugis, yang sudah cukup lama mendiami wilayah ini. Sebagian kecil adalah suku asli, yaitu Dayak, yang umumnya hidup berladang di wilayah hulu Sungai Santan. Saat kami tiba di lokasi jeram, kami sempat melihat sebuah keluarga suku tersebut yang hendak berangkat ke ladang mereka. Di lokasi jeram tersebut mereka mencopot mesi perahu ketinting, dan memasangnya kembali pada perahu lainnya yang berada di bagian hulu jeram. Mereka umumnya mempunyai stok perahu, namun jika tidak ada, perahu ketinting pun sepertinya tidak terlalu berat untuk dibawa dengan cara diangkat ke bagian hulu sungai demikian juga sebaliknya.

Perahu ketinting adalah perahu tradisional penduduk di pulau ini yang wilayahnya lebih mudah dijangkau dengan transportasi air, karena banyaknya sungai dan rawa-rawa. Sehingga sungguh penting kiranya dilakukan usaha untuk menjaga kondisi lingkungan di sekitar wilayah sungai agar ketersediaan air tetap baik. Sebab jika air sungai surut, maka penduduk yang menggantungkan kehidupannya pada transportasi air lah yang paling duluan merasakannya. Dan mereka umumnya adalah orang-orang yang tidak mempunyai banyak pilihan lain untuk dapat menikmati transportasi yang cepat dan murah.

salam

Sunday, September 30, 2007

My Kymco

KYMCO!! There are no better scooters on the planet than those made by Kymco. They come with a two year warranty. We hardly use their warranty because the scooters don't break. People just ride them and enjoy them and bring them in for occasional service.
Kymco makes a full range of different sizes of scooters from 49cc scooters for commuting and running errands around town, to 150cc ones which can go 60 mph, to 250cc machines which can take you on trips with your sweetie. They make, and we carry, both large wheel and small wheel scooters in each of these size categories so you have lots to choose from. All the Kymco scooters come equipped with CVT automatic transmissions - so very easy to ride with no shifting required.

Kymco scooters are made in Taiwan. And boy, do they know something about scooters in Taiwan!! There are 11 MILLION scooters on the little island of Taiwan and 1/3 if them are Kymcos. Those people use their scooters like we use the family car - they'll pile Mom & Dad, the 3 kids and a big carton of something onto their little scooter. Taiwanese work ethic is like that of the Japanese - high quality all the way. Kymco was started by Honda 40 years ago. Kymco was the manufacturer of the Honda Elite up until the earl 90's. Honda is still Kymco's main customer for engines and other components. At the current time Kymco makes all the Arctic Cat ATVs up to the 250s.
Kymco is an OEM (Original Equipment Manufacturer) meaning they make all the parts of their bikes - they don't farm out pieces of them to other companies. (Of course this does not include tires & batteries) This means they have complete control over the final quality of their scooters.

source: http://newurbantransport.com/Kymco.html

KYMCO's roots in the motorsports industry go back to its founding in 1963, as the Kwang Yang Motor Company, Ltd., with headquarters in Taiwan. Long a leader in quality, fuel economy, and versatility, today KYMCO manufactures motor scooters, motorcycles, and ATVs at five plants in Asia, including the main facility in the city of Kaohsiung.

KYMCO is the largest scooter manufacturer in Taiwan, and currently exports to 74 countries worldwide. All KYMCO plants use the latest technology for the engineering and production of reliable engine, chassis, and other components. Since 2004, KYMCO has been officially accredited for ISO-9001 quality in manufacturing; KYMCO is committed to maximum customer satisfaction and constant innovation, making use of the most advanced CAD/CAE tools to bring superior engineering and design to their products.

source: http://www.motorcycleshows.com/

KYMCO TECHNO GT 150

Wednesday, September 26, 2007

Titik Nol Indonesia

Sebuah tempat yang paling jauh di sisi barat Indonesia dipilih sebagai titik awal perhitungan lokasi geografis Indonesia. Tempat itu disebut Titik Nol Indonesia dengan koordinat 5 54 LU 96 12 BT. Berada di P. Weh, yaitu salah satu pulau terluar di Indonesia dan merupakan bagian dari Prov. Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk mencapai lokasi ini harus melalui perjalanan darat yang cukup jauh dari Kota Sabang, sekitar 2 jam dan di perjalanan kita dapat melihat obyek wisata seperti pantai Gapang dan Iboih.

Di lokasi Titik Nol berdiri sebuah bangunan unik seperti tugu yang tinggi menjulang kurang lebih 15 meter. Dibangun oleh Pemda Prov. NAD dan BPPT pada tahun 1990-an klo nggak salah, diresmikan September 1997 oleh Wakil Presiden pada kala itu, yaitu Try Sutrisno. Di bagian luar bangunan ini terdapat prasasti yang menunjukkan posisi geografis dan pihak yang membuat prasasti.

Bangunan ini terdiri dari dua lantai, di bagian bawah terdapat semacam ruang terbuka yang cukup luas. Di lantai satu ini terdapat prasasti yang tertanam pada dinding yang menjelaskan tanggal peresmiannya.

Dari lantai satu ini kita dapat melihat ke bagian atap, karena lantai dua bangunan ini dibuat semacam lubang di bagian tengahnya. Atap bangunan ini terbuat dari kaca berwarna biru dipasang pada kusen aluminium berwarna perak. Menimbang desain dan bahannya, tugu ini dapat digolongkan sebagai bangunan yang indah. Namun demikian tugu ini tampak kusam karena sepertinya tidak dirawat dengan baik. Dapat dimaklumi karena letaknya yang jauh dan terpencil.

Lantai kedua merupakan ruangan terbuka dan lagi-lagi terdapat sebuah prasasti yang terbuat dari bahan yang sama dan menjelaskan hal yang sama seperti prasasti pada bagian luar lantai satu. Di tempat ini kita dapat melihat luasnya lautan Samudera Hindia, walaupun sebagian besar terhalangi oleh pohon-pohon besar yang tumbuh di sekitar tugu.

Dari tempat ini kita dapat turun ke arah pantai melalui tangga yang curam yang terletak di sisi barat kompleks Titik Nol. Dari pantai ini, yang terbentuk oleh batuan lava, dapat kila lihat daratan P. Sumatera dan P. Aceh di sisi kiri. Dari sana juga dapat kita lihat luasnya Lautan Hindia yang berada di sisi barat P. Sumatera. Katanya nelayan-nelayan Aceh sering terdampar hingga ke wilayah India, demikian juga sebaliknya, karena posisi kedua wilayah ini jika dilihat pada peta memang bersebelahan.

Thursday, August 2, 2007

A Real Geologist

tulisan di baju kuliah lapangan kami angkatan 93
lucu-lucuan aja koq jangan ada yang tersinggung yach
walaupun ada dosen kami dulu yang sangat nggak setuju
dengan isi tulisan ini
baju ini sampai sekarang masih saya pakai
terutama kalau kerja ke lapangan
walaupun sekarang sudah mulai lusuh

DON’T NEED ROCK HAMMER

They break samples with their bare hands

DON’T SIT IN THE OFFICES

Being indoors made them crazy. They’d become geophysicist

DON’T GO TO THE MEETINGS

… Except to point at a map, and say ‘Drill Here’! and leave

DON’T LIKE MANAGER

Manager are necessary evil (ooops sorry), for dealing with bozos from human resources, been counters from accounting and other mental defectives

DON’T MAKE EXPLORATION BUDGET

Nervous managers make exploration budget. Real geologist ignore it !

DON’T USE COMPASSES

Real geologist always know exactly where they are and the direction of the nearest where the beer is available

DON’T MAKE MAPS

Maps are for novices, the forgetful, manager & pansies who like to play with colored pencils

DON’T WRITE REPORTS

Bureaucrats write reports, & look what they are like

DON’T HAVE JOINT VENTURE PARTNERS

Partners are for wimpy bedwetters who are unable to think big

DON’T USE COMPUTERS

Computers are for geophysicist, other nerd, and limp-wrested quiche-eaters who can’t think for themselves


atb: J. Garter (1990). Geolog 19(4) Sept/Oct 1990